Jakarta –
Mengalami cahaya putih dan sensasi keluar dari tubuh, yang dikenal sebagai pengalaman di ambang kematian, sering kali dianggap sebagai tanda-tanda mistis menjelang ajal. Meskipun tampak berbau mistik, penelitian terbaru menemukan adanya penjelasan biologis untuk fenomena ini.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Nature Reviews Neurology mengeksplorasi pengalaman yang mungkin dialami seseorang saat mendekati akhir kehidupannya, seperti melihat cahaya putih atau sensasi keluar dari tubuh yang dialami oleh beberapa pasien serangan jantung.
Para peneliti menggambarkan pengalaman mendekati kematian (near death experience/NDE) sebagai keadaan ‘kesadaran terputus’ yang muncul saat seseorang menghadapi bahaya fisik. Mereka menelaah literatur ilmiah yang berkaitan dengan aspek psikologis dan neurologis dari pengalaman ini, serta mengombinasikan teori-teori yang ada menjadi sebuah model yang menyeluruh.
Model yang disebut sebagai ‘Teori Psikologi Evolusioner Neurofisiologis untuk Memahami Pengalaman Mendekati Kematian’ menyatakan bahwa pengalaman NDE dipicu oleh penurunan kadar oksigen di otak dan peningkatan karbon dioksida.
“Hal ini menyebabkan asidosis serebral, yang kemudian memicu serangkaian reaksi yang meningkatkan aktivitas saraf di area utama otak, termasuk persimpangan temporoparietal dan lobus oksipital, serta pelepasan besar neurotransmiter endogen,” demikian penjelasan para peneliti dalam jurnal mereka.
Contohnya, peningkatan sinyal serotonin mungkin menjadi penyebab ‘halusinasi visual yang jelas’, karakteristik NDE. Sementara itu, lonjakan endorfin dapat menimbulkan ‘perasaan damai yang mendalam’, dan lonjakan dopamin bisa menjelaskan ‘perasaan hiperrealitas yang dalam terkait dengan halusinasi’.
“NDE mungkin merupakan bagian dari mekanisme pertahanan yang dipicu oleh respons neurofisiologis terhadap ancaman, ketika reaksi fight-or-flight tidak lagi memadai,” ujar para peneliti.
“Individu dapat mengalami kondisi disosiasi mental, yang memfokuskan perhatian pada fantasi yang berorientasi internal guna membantu mereka menghadapi situasi berbahaya,” tambah mereka.
Penelitian ini juga mencatat bahwa beberapa orang lebih rentan terhadap NDE, dan fenomena ini lebih umum pada individu yang rentan terhadap intrusi REM, yakni aktivitas otak yang terkait dengan mimpi saat terjaga.
“Karakteristik ini berpotensi menyumbang pada elemen-elemen utama NDE, termasuk persepsi cahaya yang aneh, kehilangan tonus otot normal, euforia, dan sensasi keluar dari tubuh,” tulis para peneliti.
Meski demikian, penulis studi mengakui bahwa meskipun model ini komprehensif, masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Salah satunya adalah kombinasi proses yang diperlukan untuk memicu NDE. Model ini juga tidak menjelaskan aspek lain, seperti ‘prekognisi’, yang memberi mereka yang mengalami NDE wawasan tentang masa depan.
(ath/kna)
.