Menurut penelitian mengenai energi gelap, yang merupakan kekuatan misterius yang memicu ekspansi alam semesta, terdapat indikasi bahwa energi gelap mulai berkurang. Temuan ini berpotensi mengubah cara para ilmuwan memahami nasib kosmos di masa depan.
Jika hasil ini terbukti akurat, penelitian yang dilakukan oleh tim Desi di Observatorium Kitt Peak bisa memiliki dampak besar terhadap teori evolusi alam semesta. Ada kemungkinan bahwa proses ekspansi alam semesta yang sedang berlangsung saat ini bisa berbalik arah, berujung pada skenario kehancuran besar yang dikenal sebagai “big crunch”.
Hipotesis baru ini, yang mengusulkan bahwa energi gelap mencapai puncaknya miliaran tahun lalu, akan menjadi salah satu perubahan besar dalam pemahaman tentang model teoretis alam semesta yang telah diterima selama ini.
Prof. Alexie Leauthaud-Harnett, juru bicara Desi dan seorang kosmolog di University of California, Santa Cruz, menjelaskan bahwa apa yang mereka temukan sangat menarik dan menyiratkan bahwa mereka mungkin mendekati terobosan penting dalam penelitian mengenai energi gelap dan sifat dasar alam semesta.
Menelusuri Sejarah Energi Gelap
Energi gelap pertama kali diidentifikasi pada akhir 1990-an. Penemuan ini muncul ketika astronom memanfaatkan ledakan supernova untuk memahami perubahan laju ekspansi kosmos dari waktu ke waktu. Awalnya, mereka memperkirakan bahwa gravitasi seharusnya memperlambat ekspansi yang dimulai sejak Big Bang. Namun, pengamatan justru menunjukkan bahwa laju ekspansi meningkat, didorong oleh kekuatan tak dikenal yang kemudian dinamakan energi gelap.
Selama ini, energi gelap dianggap sebagai suatu entitas yang konstan, yang berarti keberadaan alam semesta akan berakhir dalam skenario suram dikenal sebagai “big freeze”, di mana semua benda di alam semesta akan menjadi terlalu jauh satu sama lain sehingga bahkan cahaya tidak bisa lagi menjembatani jarak di antara galaksi. Namun, temuan terbaru telah menantang keyakinan tersebut.
Menggambarkan Alam Semesta dengan Desi
Instrumen Desi menggunakan 5.000 “mata” serat optik untuk memetakan alam semesta dengan akurasi yang sangat tinggi. Data terbaru mencakup sekitar 15 juta galaksi dalam rentang sejarah 11 miliar tahun, menghasilkan peta tiga dimensi alam semesta yang paling rinci sejauh ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi gelap mencapai puncaknya ketika alam semesta berusia sekitar 70% dari usia saat ini, dan saat ini kekuatannya telah melemah sekitar 10%. Ini menandakan bahwa meskipun ekspansi alam semesta masih terus dipercepat, tekanan dari energi gelap mulai berkurang.
Prof. Carlos Frenk, seorang kosmolog di University of Durham yang tergabung dalam tim Desi, menyatakan bahwa mereka menemui bukti bahwa meskipun ada sesuatu yang mendorong galaksi menjauh, kekuatan tersebut tidak bersifat konstan dan mulai melemah.
Skeptisisme dan Penerimaan
Meskipun temuan ini belum mencapai standar lima sigma, yang dianggap sebagai pengakuan resmi dalam fisika, banyak anggota tim Desi yang sebelumnya skeptis kini mulai percaya pada data tersebut.
Prof. John Peacock, seorang kosmolog dari University of Edinburgh dan anggota tim Desi, menyatakan bahwa meskipun diperlukan bukti lebih lanjut, ia mulai yakin dengan temuan ini dan merasa bahwa ada potensi untuk paradigama baru dalam pemahaman energi gelap.
Namun, ada juga ilmuwan lain yang tetap skeptis, seperti Prof. George Efstathiou dari University of Cambridge, yang menyatakan bahwa analisis yang ada saat ini belum memberikan bukti yang cukup meyakinkan tentang perubahan pada energi gelap.
Apakah Alam Semesta Menuju Kehancuran Besar?
Jika energi gelap terus melemah hingga mencapai nilai negatif, penutupannya diperkirakan akan berujung pada kehancuran besar, di mana ekspansi alam semesta akan berbalik menjadi kontraksi hingga seluruh materi dan ruang kembali ke titik awal. Para ilmuwan masih mencari tahu apa yang menyebabkan energi gelap, yang diperkirakan menyusun sekitar 70% dari alam semesta, untuk semakin melemah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah hukum fisika kita sedang berubah atau jika ada elemen penting yang masih hilang dari pemahaman kita.
Prof. Ofer Lahav, seorang astronom di University College London, menegaskan bahwa masih banyak yang harus dipelajari mengenai materi gelap dan energi gelap. Ia mencatat bahwa asumsi bahwa energi gelap bersifat konstan sendiri adalah tantangan besar, dan para ilmuwan kini menemukan bahwa ada banyak pertanyaan baru yang perlu dijawab.
.