Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengumumkan penerapan tarif baru yang luas untuk barang-barang impor. Negara-negara yang terkena dampak kebijakan ini memberikan tanggapan yang bervariasi.
Menurut informasi yang dilansir pada Kamis (3/4/2025), Trump menyebutkan bahwa kebijakannya tersebut merupakan tarif timbal balik, karena ia merasa barang-barang dari AS telah dikenakan tarif yang tidak adil di berbagai negara. Oleh karena itu, ia berpendapat sudah saatnya AS memberlakukan tarif yang setara.
Trump menginformasikan bahwa pendapatan dari tarif baru ini akan digunakan untuk mengurangi pajak bagi warga AS serta menanggulangi utang negara. Ia juga menunjukkan bagan yang berjudul ‘Tarif Timbal Balik’ dengan tiga kolom yang tertera di dalamnya.
Kolom pertama mencantumkan daftar negara, kolom kedua mencerminkan besaran tarif yang dikenakan oleh masing-masing negara terhadap barang-barang dari AS, dan kolom ketiga menampilkan tarif balasan yang dikenakan oleh AS kepada negara-negara tersebut.
“Mereka memungut biaya dari kami, kami memungut biaya dari mereka. Mengapa ada yang perlu marah?” ujarnya.
Berikut adalah reaksi dari negara-negara internasional terkait kebijakan ini:
China
Beijing sangat menentang tarif baru terhadap ekspor mereka dan berjanji akan mengambil langkah balasan untuk melindungi kepentingan nasional. Trump sebelumnya telah mengumumkan tarif yang sangat tinggi sebesar 34 persen untuk China, sementara tarif dasar 10 persen juga akan berlaku untuk semua negara. Ini merupakan tambahan dari tarif 20 persen yang diterapkan bulan lalu. China menilai tarif ini melanggar aturan perdagangan internasional dan mendesak AS untuk segera mencabutnya, dengan ancaman bahwa tindakan ini dapat merugikan pertumbuhan ekonomi global.
Uni Eropa
Pemimpin Uni Eropa, Ursula von der Leyen, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif ini merupakan serangan berat terhadap ekonomi dunia. Ia mencatat bahwa situasi ini tampak kacau dan tidak ada solusi yang jelas di tengah kompleksitas yang ada, karena seluruh mitra dagang AS terkena imbas. Ia menyatakan bahwa setelah tarif 20 persen pada ekspor UE ke AS, Brussel mempersiapkan langkah balasan lebih lanjut, namun menyatakan bahwa masih ada waktu untuk menyelesaikan masalah ini lewat negosiasi.
Jerman
Asosiasi Industri Otomotif Jerman menyatakan bahwa tarif tersebut hanya akan menciptakan kerugian bagi semua pihak, dan mendesak UE untuk menggunakan kekuatan yang ada sambil tetap bersedia untuk berunding. Sementara itu, industri kimia Jerman yang menganggap AS sebagai pasar ekspor terbesar mereka meminta agar UE tetap tenang, mengingat eskalasi tarif hanya akan memperburuk keadaan.
Jepang
Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, menyatakan bahwa tarif 24 persen pada ekspor Jepang ke AS sangat disayangkan dan mendesak AS untuk membatalkannya. Ia menekankan kembali agar Washington tidak menerapkan tarif tersebut kepada Jepang. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, menambahkan bahwa tarif ini dapat melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia dan perjanjian perdagangan antara kedua negara.
India
Kepala eksekutif Federasi Organisasi Ekspor India, Ajay Sahai, menyatakan bahwa tarif 26 persen akan berdampak negatif terhadap permintaan ekspor dari India. Ia menyoroti bahwa pesaing seperti China dan Vietnam akan terkena dampak yang lebih besar, memberikan kesempatan bagi India untuk mengambil pangsa pasar. “Tarif yang dikenakan kepada India jelas terlalu tinggi dan melebihi ekspektasi kami,” ujarnya.
Inggris
Inggris berusaha untuk tetap tenang dan berkomitmen untuk melakukan kesepakatan perdagangan dengan AS. Menteri Bisnis Inggris, Jonathan Reynolds, menegaskan bahwa mereka memiliki berbagai cara untuk mengurangi tarif yang dikenakan pada ekspor Inggris ke AS, dan bahwa mereka siap untuk bertindak jika perlu.
Prancis
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menghimbau untuk membahas masalah ini dengan perwakilan dari sektor-sektor Prancis yang terkena dampak oleh tarif baru tersebut.
Italia
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, mengecam tarif baru AS yang dikenakan pada impor dari Uni Eropa dan meminta untuk diadakannya kesepakatan guna menghindari perang dagang yang berpotensi merugikan semua pihak.
Kanada
Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, memperingatkan bahwa tarif ini dapat mengubah sistem perdagangan global secara mendasar dan berkomitmen untuk melawannya dengan tindakan balasan untuk melindungi para pekerja di negara mereka.
Brasil
Kongres Brasil telah menyetujui Undang-Undang Timbal Balik Ekonomi yang memungkinkan pemerintah untuk merespons tarif 10 persen yang dikenakan terhadap ekspor mereka.
Korea Selatan
Presiden sementara Korea Selatan, Han Duck-soo, menyatakan bahwa perang tarif global kini menjadi kenyataan bagi mereka. Ia mengumumkan pembentukan tim darurat untuk menangani krisis perdagangan dan mendesak para menteri untuk melakukan negosiasi agresif dengan AS.
Australia
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menganggap tarif 10 persen sebagai tindakan yang tidak bersahabat dan berpotensi merusak hubungan bilateral yang erat.
Swiss
Setelah dikenakan tarif 31 persen, Presiden Swiss, Karin Keller-Sutter, menyatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya dengan prioritas pada kepentingan ekonomi jangka panjang dan menghormati hukum internasional serta perdagangan bebas.
Taiwan
Pemerintah Taiwan sangat menyesalkan penerapan pungutan sebesar 32 persen dan menganggapnya tidak masuk akal. Mereka berencana untuk memulai negosiasi yang serius dengan Amerika Serikat.
.