Kasus Campak di Eropa Semakin Mengkhawatirkan, Penyebab Utama yang Tak Terduga

Jakarta, CNBC Indonesia – Eropa kini berhadapan dengan ancaman kesehatan serius akibat munculnya wabah virus campak. Situasi ini sangat mengkhawatirkan, dengan jumlah kasus yang tercatat pada tahun 2024 mencapai tingkat terburuk sejak 17 tahun yang lalu, yakni sejak 1997.

Menurut laporan dari Organisasi PBB, WHO dan UNICEF, terdapat 127.350 kasus campak yang dilaporkan di Eropa pada tahun 2024. Angka ini dua kali lipat dari jumlah kasus tahun sebelumnya dan merupakan yang tertinggi sejak tahun 1997. Informasi ini sebagaimana tertera di situs resmi WHO dan dirilis pada 13 Maret 2025.

Anak-anak di bawah usia 5 tahun berkontribusi lebih dari 40% dari total kasus yang dilaporkan di kawasan ini, yang mencakup 53 negara di Eropa dan Asia Tengah. Lebih dari separuh dari keseluruhan kasus memerlukan perawatan di rumah sakit, dengan 38 kematian yang dilaporkan hingga data terkini pada 6 Maret 2025.

Menurut Regina De Dominicis, Direktur Regional UNICEF untuk Eropa dan Asia Tengah, kawasan ini menyumbang sepertiga dari seluruh kasus campak di dunia pada tahun 2024. Di tahun 2023, 500.000 anak di wilayah ini tidak mendapatkan dosis pertama vaksin campak (MCV1) yang seharusnya diberikan melalui layanan imunisasi rutin.

“Peningkatan kasus campak di Eropa dan Asia Tengah selama dua tahun terakhir menunjukkan adanya kesenjangan dalam cakupan imunisasi,” ujarnya.

Regina juga menekankan pentingnya tindakan pemerintah yang segera, termasuk investasi berkelanjutan pada tenaga kesehatan untuk melindungi anak-anak dari penyakit yang mematikan ini.

Penyebab Wabah Campak di Eropa Kian Parah

Apa yang menyebabkan penyebaran campak semakin menurun di Eropa?

Michael Head, peneliti senior di bidang kesehatan global Universitas Southampton, menjelaskan bahwa penularan campak terjadi melalui droplet pernapasan dan aerosol, yang mirip dengan Covid-19. Virus ini dapat menyebar antarmanusia dan menyebabkan berbagai komplikasi serius.

“Infeksi campak dapat menimbulkan gejala ringan seperti ruam dan demam, namun dalam kasus berat dapat mengakibatkan ensefalitis, pneumonia, bahkan kebutaan,” tambahnya.

Michael juga menjelaskan bahwa risiko kematian akibat campak lebih tinggi pada individu yang tidak divaksinasi, dengan tingkat kematian di negara maju berkisar antara satu dari 1.000 hingga satu dari 5.000 kasus.

“Setiap orang yang terinfeksi campak rata-rata dapat menularkan virus kepada 12 hingga 18 orang lainnya, menjadikannya lebih menular dibandingkan Covid,” paparnya. Meski demikian, vaksinasi menjadi solusi untuk mengatasi epidemi ini.

“Campak hampir sepenuhnya dapat dicegah dengan vaksin, di mana dua dosis memberikan perlindungan lebih dari 99% terhadap infeksi,” ungkapnya.

Penyebab Utama Penyebaran Campak

Menurut Michael, salah satu penyebab utama penyebaran campak yang masif di Eropa adalah adanya misinformasi. Contohnya, di Inggris, mantan dokter Andrew Wakefield pernah mempublikasikan data palsu pada tahun 2002 yang menyebutkan bahwa vaksin MMR (campak, gondongan, dan rubella) dapat menyebabkan autisme. Meski studi tersebut kemudian ditarik kembali, dampaknya masih dirasakan hingga kini.

(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Produk Kosmetik Lokal Menjamur, Peluang Bisnis Makin Cuan




Artikel Selanjutnya

Anak-Anak Rentan Diserang Pneumonia, Ini Penjelasan Dokter Anak



.

Updated: 31 Maret 2025 — 2:45 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *