Menurut laporan dari media setempat, remaja itu telah mengidentifikasi lima masjid di Jurong West, Clementi, Margaret Drive, Admiralty Road, dan Beach Road sebagai target pada Juni 2024. Dia berniat untuk membunuh setidaknya 100 Muslim saat mereka pulang dari salat Jumat, lalu melakukan bunuh diri. Namun, rencana tersebut digagalkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri Singapura (ISD), yang kemudian mengeluarkan perintah penahanan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri pada Maret 2025.
Pada 2 April, ISD mengungkapkan bahwa remaja tersebut adalah salah satu dari dua orang muda yang teradikalisasi dan sedang ditangani oleh pihak berwenang. Remaja lainnya adalah seorang perempuan berusia 15 tahun yang ingin menikah dengan pejuang ISIS dan membentuk keluarga pro-ISIS. Perempuan ini menjadi remaja perempuan pertama dan orang termuda kedua yang ditangani berdasarkan ISA, dan dia siap untuk bertempur di Suriah dan mati sebagai martir.
Rencana teror oleh remaja laki-laki tersebut terungkap selama penyelidikan ISD terhadap Nick Lee (18), seorang warga negara Singapura lainnya yang ditahan pada Desember 2024. Remaja berusia 17 tahun itu dan Nick Lee saling bertukar materi yang berkaitan dengan Islamofobia dan ekstremisme sayap kanan di media sosial.
Mereka berdua teradikalisasi secara terpisah, tidak pernah bertemu, dan tidak mengetahui rencana satu sama lain untuk melakukan serangan di Singapura. ISD mencatat bahwa radikalisasi remaja tersebut dimulai pada tahun 2022 ketika dia menemukan materi yang mengandung Islamofobia dan ekstremisme sayap kanan secara daring.
Pandangannya yang rasis terhadap orang Melayu membuatnya mengembangkan kebencian terhadap Islam dan orang Melayu/ Muslim. Remaja ini diduga rutin membagikan materi anti-Muslim dan mendiskusikannya secara daring untuk mengkritik Islam. Sama seperti Lee, dia mengidentifikasi dirinya sebagai ‘supremasi Asia Timur’, percaya bahwa etnis Han Tiongkok, Korea, dan Jepang lebih unggul dibandingkan etnis Melayu dan India.
Pada November 2023, remaja tersebut dilaporkan menonton video penembakan di Christchurch dan meneliti pelakunya, Brenton Tarrant. Dia merasa senang melihat umat Muslim ditembak dan menganggap Tarrant sebagai pahlawan karena aksinya tersebut. Setelah membaca manifesto daring Tarrant, serta teroris sayap kanan lainnya, dia percaya akan terjadinya ‘Penggantian Besar’ di Singapura, sebuah teori yang menyatakan bahwa populasi Eropa kulit putih digantikan oleh non-Eropa melalui migrasi.
Remaja ini mengunggah konten yang berargumen seharusnya ada orang-orang seperti Tarrant di Singapura untuk menyerang orang Melayu dan Muslim guna mencegah mereka menggantikan ras Tionghoa sebagai ras dominan. Pada awal 2024, dia berniat untuk meniru Tarrant dan menyerang umat Muslim di masjid dengan senapan serbu AK-47. Dia juga terpengaruh oleh konten anti-Semit di internet dan berfantasi tentang membunuh orang Yahudi, walaupun tidak memiliki rencana konkret untuk itu.
Untuk rencananya menyerang masjid, remaja tersebut berusaha mendapatkan senjata beberapa kali, tetapi gagal karena kesulitan memperoleh senjata dan komponen di Singapura. Dia juga mengkhawatirkan masalah biaya dan teknis dalam upaya tersebut.
Dia pernah mempertimbangkan untuk membeli senjata api di Malaysia atau Thailand dan menyelundupkannya ke Singapura, serta menonton video tentang cara mengoperasikan senjata. Rencananya adalah untuk menyiarkan langsung serangannya agar dapat menginspirasi orang lain yang berpikiran sama, sebelum akhirnya melakukan bunuh diri.
Saat ditangkap, remaja tersebut mengakui bahwa dia akan melaksanakan rencananya jika berhasil mendapatkan senjata. Meskipun dia tidak membahas rencananya kepada siapapun karena takut ditangkap, orang tuanya mengetahui pandangannya yang ekstrem terhadap umat Muslim. Ayahnya mencoba mengubah pandangannya dengan memberi tahu berita tentang kasus ekstremis lagi yang ditangani oleh pihak berwenang, tetapi keluarga tersebut tidak melapor.
ISD menyatakan kasus remaja ini serta gadis yang ingin menikahi pejuang ISIS menunjukkan bahwa ancaman radikalisasi di kalangan muda berlangsung terus-menerus di Singapura. Menteri Dalam Negeri Singapura menekankan bahwa semua warga harus khawatir terhadap rencana serangan semacam itu, karena jika umat Muslim diserang, maka itu juga berdampak buruk bagi komunitas Singapura secara keseluruhan. Dia menyatakan bahwa masyarakat harus waspada karena masih ada kemungkinan individu yang berfikiran serupa masih ada, bahkan saat ini..