Perusahaan AI generatif, seperti Anthropic, tengah menghadapi tantangan hukum terkait penggunaan materi berhak cipta dalam pelatihan model AI mereka. Salah satu isu utama adalah apakah penggunaan tersebut memenuhi kriteria "penggunaan yang wajar" dalam hukum hak cipta.
Pada Agustus 2023, seorang hakim federal di Amerika Serikat memutuskan bahwa karya seni yang dihasilkan oleh AI tidak memenuhi syarat untuk perlindungan hak cipta. Hakim Beryl Howell menyatakan bahwa undang-undang hak cipta tidak melindungi karya yang dihasilkan tanpa intervensi manusia. (tekno.republika.co.id)
Selain itu, pada Maret 2025, Anthropic memenangkan kemenangan awal dalam pertempuran hukum melawan Universal Music Group, ABKCO, dan Concord Music Group. Hakim Pengadilan Federal California, Eumi Lee, menolak permintaan penerbit musik untuk perintah penahanan sementara, dengan alasan bahwa mereka gagal menunjukkan "kerusakan yang tidak dapat diperbaiki" akibat praktik pelatihan AI Anthropic. (windows.atsit.in)
Namun, pada Juni 2024, kasus hukum yang melibatkan Ross Intelligence dan Thomson Reuters menunjukkan bahwa pengadilan dapat menolak argumen "penggunaan yang wajar" dalam konteks pelatihan AI. Hakim Stephanos Bibas menolak argumen Ross bahwa penggunaan materi berhak cipta mereka bersifat transformasional, menyatakan bahwa Ross hanya mengemas ulang materi tanpa menambah makna baru. (pomodo.id)
Di Inggris, pemerintah telah memulai konsultasi untuk mengatur penggunaan konten berhak cipta oleh perusahaan teknologi dalam pelatihan model AI. Beberapa artis dan penerbit mengkritik praktik pengambilan konten mereka tanpa izin oleh perusahaan seperti OpenAI dan Google. (kitiranmedia.com)
Di Indonesia, penting untuk menjaga etika dalam penggunaan AI di era digital. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Agung Damarsasongko, menekankan bahwa penerapan AI harus diimbangi dengan pemahaman yang baik mengenai batasan etis dan legal dalam penggunaannya. (dgip.go.id)
Secara keseluruhan, perkembangan hukum terkait pelatihan AI dengan materi berhak cipta menunjukkan bahwa pengadilan di berbagai negara mulai menilai kembali apakah penggunaan tersebut memenuhi kriteria "penggunaan yang wajar" atau tidak. Perusahaan AI perlu berhati-hati dan memastikan bahwa praktik mereka mematuhi hukum yang berlaku untuk menghindari potensi sengketa hukum di masa depan.