suarablitar.com — Polda Metro Jaya mengungkapkan adanya pihak yang diduga sengaja menggunakan pelajar sebagai tameng dalam kericuhan di Jakarta. Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Putu Kholis Aryana, menjelaskan bahwa polisi menemukan pola upaya massal di media sosial, yang menyasar anak-anak untuk ikut dalam aksi tersebut.
“Kelompok ini berupaya menjadikan pelajar sebagai tameng atau martir, namun tanpa koordinasi yang jelas, sehingga menimbulkan kericuhan,” ungkap Putu Kholis dalam konferensi pers, Kamis (4/9/2025).
Data menunjukkan peningkatan partisipasi pelajar dalam aksi, terutama setelah kericuhan pada 28 Agustus, dimana keterlibatan pelajar meningkat menjadi 72 persen dari sebelumnya 51 persen pada tanggal 25 Agustus. Menurut Putu, angka ini mengkhawatirkan, sebab lebih banyak anak yang terlibat dibandingkan orang dewasa.
Hingga saat ini, 43 orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kericuhan di Jakarta, dengan 42 di antaranya dewasa dan satu masih di bawah umur. Para tersangka berperan dalam berbagai tindakan, dari penghasutan hingga perusakan.
Polda Metro Jaya juga menangkap enam tersangka penghasut yang diduga memicu anarki selama aksi unjuk rasa pada 25 dan 28 Agustus. Mereka menyebarkan hasutan melalui media sosial untuk mengajak pelajar melakukan kerusuhan. Penangkapan dilakukan setelah penyelidikan yang menemukan bukti kuat.
Tersangka DMR ditangkap di Jakarta Timur pada 1 September, sementara MS ditangkap di Polda Metro Jaya pada 2 September. Penangkapan lainnya termasuk SH di Bali, RAP di Palmerah, dan KA oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya.