Suap Korporasi CPO Terungkap, Hakim Terjerat Jaring Korupsi

Nasional20 Dilihat

suarablitar.com — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa pihak korporasi dalam kasus dugaan suap pengadilan terkait ekspor crude palm oil (CPO) awalnya meminta agar eksepsi mereka dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini disampaikan oleh JPU saat membacakan dakwaan terhadap eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Rabu (20/8/2025).

Menurut JPU, Wahyu Gunawan menyampaikan permintaan dari Ariyanto, seorang pengacara yang bertindak atas nama korporasi, yang menawarkan uang sebesar Rp 20 miliar kepada hakim Djuyamto untuk mengabulkan eksepsi dari beberapa korporasi, termasuk Permata Hijau Group dan Wilmar Group. Djuyamto, yang belum memberikan kepastian saat pertemuan di Lippo Mal Kemang pada Februari 2024, menyatakan perlu membaca berkas dahulu.

Tak lama setelah itu, Wahyu bertemu kembali dengan Djuyamto untuk menyerahkan berkas konsep eksepsi. Sekitar satu minggu kemudian, Djuyamto menyatakan bahwa permohonan eksepsi tidak bisa dikabulkan dan mengarahkan Wahyu untuk berkoordinasi dengan Muhammad Arif Nuryanta.

Dalam kasus ini, hakim dan panitera menerima total suap sebesar Rp 40 miliar yang dilakukan dalam dua tahap. Pembayaran pertama terjadi pada Mei 2024, di mana Ariyanto menyerahkan uang tunai sebesar USD 500.000 (setara Rp 8 miliar) kepada Wahyu. Pembagian uang dilakukan kepada para hakim dengan Arif menerima Rp 3,3 miliar, Djuyamto Rp 1,7 miliar, dan hakim anggota lainnya masing-masing sebesar Rp 1,1 miliar.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan dugaan praktik suap yang merugikan sektoral hukum dan keadilan.