suarablitar.com — Ukraina mempunyai luas wilayah sekitar 600.000 kilometer persegi, namun Rusia menganggap 20% lebih kecil dari itu dan mengklaim wilayah timur Ukraina sebagai bagian dari Rusia. Dalam konteks ini, Presiden AS Donald Trump menyatakan keinginan untuk mengatur “pertukaran wilayah” antara Rusia dan Ukraina, meskipun istilah tersebut keliru karena Ukraina tidak menguasai wilayah Rusia yang dapat ditukar.
Pertemuan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Washington pada 18 Agustus 2024 membahas isu ini. Trump menyampaikan pandangannya melalui platform Truth Social, menyatakan bahwa Zelenskyy dapat mengakhiri perang dengan cepat, tetapi menegaskan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO. Trump juga menganggap kembalinya wilayah Krimea ke Ukraina tidak mungkin.
Berdasarkan laporan berbagai media, Trump dan Putin diduga sepakat bahwa Ukraina harus menyerahkan wilayah Donetsk dan Luhansk kepada Rusia; Zelenskyy menolak hasil tersebut. Wilayah Donbas yang berisi sumber daya penting seperti batubara dan bijih besi menjadi fokus strategis Rusia. Setelah pengakuan Rusia terhadap dua republik pro-Rusia pada Februari 2022, invasi besar-besaran dilancarkan terhadap Ukraina, yang kemudian sukses menahan serangan dari utara meski kehilangan sebagian wilayah timur.
Konstitusi Ukraina melarang pengalihan wilayah dan menegaskan kedaulatan atas semua wilayah, termasuk yang diduduki Rusia. Hal ini bertentangan dengan revisi konstitusi Rusia yang mengklaim wilayah-wilayah tersebut sebagai bagian dari Federasi Rusia.
Sekjen NATO, Mark Rutte, mengungkapkan kontroversi dengan menyatakan bahwa negara-negara mungkin harus mengakui secara de facto penguasaan Rusia atas sebagian wilayah Ukraina, tetapi menegaskan tidak akan mengakui secara de jure. Ini mencerminkan sikap internasional yang enggan mengakui aneksasi ilegal tersebut.