suarablitar.com — Presiden Prabowo Subianto mengkritik tingginya penghasilan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari tantiem atau bonus tahunan yang dinilai tidak proporsional dengan kontribusi mereka. Dalam Rapat Kerja bersama DPR pada 15 Agustus 2025, Prabowo menegaskan bahwa bonus seharusnya diberikan hanya ketika perusahaan mencatatkan laba.
Tantiem merupakan komponen penghasilan utama bagi direksi dan komisaris BUMN. Meskipun perusahaan mengalami kerugian, pembayaran tantiem tetap dilakukan dengan alasan pencapaian kinerja tertentu. Prabowo menyatakan, “Masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiem Rp 40 miliar setahun.” Ia juga menginstruksikan agar praktik pembayaran tantiem yang tidak masuk akal dihentikan, dan merekomendasikan agar yang tidak setuju dapat mundur.
Besaran tantiem BUMN diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/2009, yang menyatakan bahwa tantiem diberikan kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris jika perusahaan meraih laba atau terjadi peningkatan kinerja meski masih rugi. Pembayaran tantiem dianggap variabel dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang bisa lebih besar jika laba nyata melebihi target.
Beberapa perusahaan BUMN, seperti PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, mencatatkan angka bonuses yang mencapai ratusan miliar. Misalnya, PT Bank Mandiri mengeluarkan total Rp 1,33 triliun untuk komisaris dan direksi pada akhir 2024, dengan rata-rata bonus mencapai Rp 78,82 miliar per orang.
Dengan adanya kritikan tersebut, harapannya adalah BUMN dapat memperbaiki sistem remunerasi yang lebih adil dan transparan.