Mahkamah Konstitusi Dapat Gugatan Mengenai Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah

Berita1 Dilihat

suarablitar.com — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah kini digugat oleh sejumlah warga. Gugatan ini mencakup permohonan untuk membatalkan putusan MK tertanggal 4 Agustus 2024, perkara 135/PUU-XXII/2024. Penggugat menilai bahwa pemisahan ini berpotensi melemahkan akuntabilitas demokrasi dan menciptakan krisis legitimasi di tingkat daerah.

Gugatan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara 124/PUU-XXIII/2025, diajukan oleh tiga orang yakni Brahma Aryana, Aruna Sa’yin Afifa, dan Muhammad Adam Arrofiu Arfah. Mereka berpendapat bahwa pemisahan pemilu dengan jarak 2-2,5 tahun menyebabkan perpanjangan masa jabatan pejabat daerah menjadi tujuh tahun, yang dianggap tidak selaras dengan siklus pemilu lima tahunan.

Selain itu, ada gugatan lain dari Bahrul Ilmi Yakup, Iwan Kurniawan, dan Yuseva, yang menginginkan MK menyatakan bahwa putusan perkara 135/PUU-XXI/2024 tidak memiliki kekuatan hukum. Mereka khawatir putusan ini akan mengakibatkan kevakuman anggota DPRD selama 2,5 tahun.

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf meminta MK mempertimbangkan dampak sosial dari putusan tersebut. Ia menegaskan pentingnya dialog antara pihak legislatif dan masyarakat terkait isu ini. Politisi dari Partai Demokrat ini juga menyatakan bahwa keputusan MK seharusnya tidak melegitimasi perpanjangan masa jabatan DPRD tanpa dasar hukum yang jelas.

Mardani Ali Sera, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, menekankan bahwa meskipun keputusan MK bersifat final, ada kekhawatiran bahwa polemik ini akan berlarut-larut hingga mempengaruhi tahapan pemilu di 2029. Ia meminta semua pihak untuk mendiskusikan isu ini lebih lanjut agar tidak mengganggu persiapan pemilu selanjutnya.

Sekjen Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji situasi ini dan akan mendiskusikannya dengan fraksi-fraksi lain terkait langkah selanjutnya. Herman menegaskan bahwa keputusan MK tetap bersifat final dan mengikat, namun hasil kajian ini akan berpengaruh pada legislasi mendatang.

Dampak dari gugatan ini akan menjadi perhatian untuk perkembangan politik dan hukum di Indonesia ke depan.