suarablitar.com — Sejumlah kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, memilih untuk memutar musik instrumental sebagai upaya menghindari pembayaran royalti. Keputusan ini menuai beragam reaksi dari pengunjung.
Salah satu pengunjung kafe, Jeni (29), mengungkapkan bahwa meskipun musik instrumental memberikan suasana tenang, hal itu juga membuatnya mengantuk. “Kayaknya bikin ngantuk, vibes-nya enggak kayak biasanya,” ujarnya saat diwawancarai pada Minggu (3/8/2025). Jeni menambahkan bahwa pemutaran musik berpengaruh signifikan terhadap suasana hati pengunjung.
Pengunjung lain, Aulia (25), juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ketiadaan musik di kafe. “Musik itu bantu saya fokus. Tanpa musik, saya malah tidak bisa berkonsentrasi,” jelas Aulia. Ia bahkan menunjukkan ketertarikan terhadap musik instrumental sebagai alternatif.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa semua pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk kafe, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Damarsasongko, menambahkan bahwa pemutaran musik melalui layanan streaming pribadi seperti Spotify tidak cukup untuk memenuhi syarat hukum pemutaran musik secara komersial.
DJKI menyatakan bahwa pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. LMKN bertugas untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait.