suarablitar.com — Sejumlah kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tidak lagi memutar musik Indonesia untuk menghindari masalah royalti. Hal ini terungkap dari wawancara dengan karyawan yang mengaku jenuh akibat larangan tersebut dari manajemen.
Seorang karyawan restoran mie di Jalan Tebet Raya, Gusti (23), menjelaskan bahwa suasana kerja menjadi hampa tanpa musik. “Iya, jenuh. Tapi, kita nurut saja sama atasan,” ujarnya pada Minggu (3/8/2025).
Sementara itu, kafe lain di Jalan Tebet Barat tetap memutar musik, tetapi lebih memilih lagu-lagu Barat atau musik instrumen. Seorang karyawan kafe tersebut, Ririn (28), mengatakan bahwa mereka harus lebih berhati-hati dalam memilih lagu. “Manajer bilang enggak boleh setel lagu-lagu Indonesia,” tuturnya.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa pemutaran musik di ruang publik, seperti kafe dan restoran, wajib membayar royalti kepada pemilik hak cipta. Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, pembayaran ini juga berlaku meskipun pelaku usaha berlangganan layanan streaming seperti Spotify atau YouTube Premium. Layanan tersebut tidak mencakup hak pemutaran untuk tujuan komersial di tempat publik.
Agung menambahkan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. LMKN berfungsi untuk mengumpulkan dan mendistribusikan royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.