suarablitar.com — Presiden Prabowo Subianto memberikan pengampunan berupa abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI-P. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan pertimbangan dari Dewan Pertimbangan Rakyat (DPR) RI, sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.
Pengampunan ini termasuk dalam kategori kebijakan eksekutif yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan antar lembaga negara, mengingat DPR merupakan perwakilan rakyat dari berbagai partai politik. Abolisi biasanya diberikan kepada pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan sengketa politik.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan bahwa keputusan ini mencerminkan adanya nuansa politis dalam hukum yang sedang berjalan. Fickar menegaskan bahwa abolisi dan amnesti adalah kewenangan mutlak Presiden, meskipun status hukum perkara belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Dalam konteks ini, Fickar juga menyebutkan bahwa kasus yang menimpa Lembong dan Hasto menunjukkan kemungkinan adanya motif politik, mengingat banyak pejabat yang melakukan tindakan serupa tanpa dikenakan tuntutan hukum. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketidakadilan penegakan hukum dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan politik.
Fickar menekankan bahwa pengampunan ini dapat dipandang sebagai pengakuan tebang pilih oleh Presiden sambil menekankan sifat politis di balik setiap kasus hukum tersebut.