suarablitar.com — Pemerintah Indonesia merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 mengenai perubahan ketentuan perpajakan untuk aset kripto. Aturan ini akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan mengklasifikasikan aset kripto sebagai aset keuangan digital, menggantikan status sebelumnya sebagai komoditas.
Perubahan ini memindahkan pengawasan perdagangan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, melalui Direktur Jenderal Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa aset kripto tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), berimplikasi pada perlakuan perpajakan yang lebih menguntungkan.
Sebelumnya, aset kripto dikenakan PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif tertentu. Namun, setelah ditetapkannya sebagai surat berharga digital, kripto akan diperlakukan sama dengan surat berharga lainnya dan tidak dikenakan PPN.
Peraturan sebelumnya, PMK Nomor 81 Tahun 2024, menetapkan pajak jual beli kripto dengan tarif PPh Final 0,1 persen untuk transaksi di bursa resmi dan 0,2 persen untuk transaksi di luar bursa. Dengan perubahan ini, pemerintah bertujuan meningkatkan pengawasan dan mempermudah investasi di sektor aset digital.